
Michael
David Shapiro adalah seorang Yahudi Rusia. Dulu, ia tidak terlalu yakin
dengan adanya Tuhan. Cita-citanya menjadi seorang bintang penyayi rock,
tapi sekarang ia bekerja sebagai sekretaris dan tinggal di sebuah
apartemen.
Pencarian jati dirinya dimulai ketika ia berusia 19 tahun. Suatu
malam, berniat ke dapur dan bertemu dengan rekannya seorang kulit hitam.
Ia bertanya pada rekannya itu,”Bolehkah saya menyimpan vodka di kulkas
malam ini?”. Tak diduga, pertemuan itulah yang mengubah hidup Michael
secara drastis.
Teman kulit hitam yang dijumpainya di dapur adalah seorang Muslim dan
dia adalah Muslim pertama yang pernah Michael jumpai. Dengan rasa ingin
tahu yang tinggi, Michael mengajak lelaki kulit hitam itu
berbincang-bincang tentang agama Islam. Tentang semua hal yang pernah
Michael dengar seperti salat lima waktu, jihad dan sosok Nabi Muhammad
saw.
Kemudian, teman mereka bernama Wade, seorang Kristiani bergabung
dalam perbincangan itu. Jadilah mereka bertiga malam itu berdialog
dengan Yahudi, Kristiani dan Muslim. “Ternyata kami menemukan banyak
perbedaan dan banyak persamaan antara ketiga agama itu,” kata Michael.
Setelah perbincangan itu, minat Michael yang selama ini hanya
berkutat pada sex, narkoba dan pesta-pesta jadi berubah total. Ia mulai
berminat untuk mencari kebenaran, mencari Tuhan, mencari bagaimana cara
menjadi pengikutNya.
Ketika itu, kata Michael, ia memulai dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan sederhana pada dirinya sendiri seperti ‘berapa
sebenarnya jumlah Tuhan?’. Michael berpikir bahwa jumlah Tuhan pasti
cuma satu. Tuhan akan lebih kuat jika cuma satu. Karena jika Tuhan dua,
kalau ada salah satunya yang berbeda pendapat maka akan terjadi
pertentangan dan pertikaian. “Maka saya berpikir bahwa Tuhan itu satu,”
kata Michael.
Ia juga memikirkan tentang eksistensi Tuhan dan menganalisa keyakinan
atheist dan keyakinan theist-theist lainnya. Saya teringat akan kata
bijak “Setiap disain pasti ada disainernya”. Bertolak dari kata bijak
itu, mata saya terbuka bahwa Tuhan itu ada. “Saya tidak bisa
menjelaskannya mengapa, saya hanya bisa merasakannya,” ujar Michael.
Hal-hal baru yang ditemukannya, membuat Michael berpikir bahwa ia
harus bertanggungjawab untuk mematuhi Sang Pencipta dan itu artinya ia
harus memeluk satu agama. Pertanyaan lain pun menyusul, ‘darimana ia
akan memulai? karena secara harfiah jumlah agama bisa ribuan dan ia
perlu memperkecil jumlah itu. Langkah pertama yang Michael lakukan
adalah mengelompokan agama-agama monoteis dan itu sejalan dengan
keyakinannya bahwa Tuhan itu satu. Ia mencoret Budha dan Hindu dari
daftarnya dan melingkari tiga agama monoteis yaitu Islam, Kristen dan
Yudaisme.
Karena ia seorang Yahudi. Michael mulai mempelajari Yudaisme terlebih
dulu, mulai dari konsep Tuhan, nabi-nabi, 10 larangan Tuhan, Taurat dan
tentang ‘roh keyahudian’, satu hal yang menarik perhatian dan membuat
Michael ragu. Ia berpikir, ide tentang ‘roh keyahudian’ tidak universal
karena ‘jika seseorang dilahirkan sebagai Yahudi, maka orang itu punya
jiwa Yahudi dan harus menjadi pengikut Yudaisme. Bagi Michael, ide
semacam itu diskriminatif. Ia berpendapat bahwa semua manusia diciptakan
sama. “Mengapa seseorang yang dilahirkan dalam agama tertentu harus
tetap memeluk agama itu meski jika seseorang itu menemukan bahwa
keyakinan yang dianutnya salah?” itulah pertanyaan yang muncul di benak
Michael dan ia tidak sejalan dengan konsep tersebut.
Hal lainnya yang membuat Michael ragu dengan Yudaisme, tidak ada
konsep yang jelas tentang neraka dalam Yudaisme. Jika konsep itu tidak
ada, kenapa seseorang harus berbuat baik atau melakukan dosa? “Jika saya
tidak takut akan hukuman yang berat, jadi kenapa saya harus bermoral,”
pikir Michael.
Michael akhirnya meninggalkan Yudaisme dan beralih belajar
kekristenan. Agama ini juga membuat Michael mundur karena konsep
trinitas dalam kristen yaitu bapak, putera dan roh kudus. Ia
berpendapat, bagaimana bisa Kristen mengklaik percaya hanya pada satu
Tuhan, jika menganut konsep trinitas.
Michael juga menganggap sejarah Yesus dalam Kristen aneh dan tak
masuk akal. Dalam doktrin Kristen, Yesus adalah anak Tuhan yang harus
dibunuh untuk menyelamatkan manusia dari “dosa asal” yang dilakukan Nabi
Adam. Dalam Kristen, Yesus mati untuk menebus dosa-dosa manusia.
Doktrin itu membuat Michael berpikir bahwa dalam agama Kristen
seluruh umat manusia itu dilahirkan sebagai pendosa, yang melakukan
perbuatan yang salah. Itu artinya, seorang bayi yang baru dilahirkan
sudah berdosa karena melakukan hal-hal yang salah. “Doktrin yang aneh.
Karena dosa satu orang, maka semua manusia harus menderita. Pesan moral
apa yang disampaikan oleh doktrin semacam itu? Pemikiran seperti ini
tidak masuk logika saya,” ujar Michael.
Michael lalu mempelajari Islam. Ia menemukan bahwa Islam berarti
patuh dan berserah diri. Prinsip dalam Islam adalah Tuhan yang Esa,
salat lima waktu sebagai wujud ketaatan pada Tuhan, menunaikan zakat,
puasa di bulan Ramadhan dan pergi haji jika mampu secara finansial.
Konsep yang buat Michael tidak terlalu sulit untuk dipahami.
Apa yang Michael pelajari tentang Islam tidak ada yang bertentangan
dengan logikanya, termasuk kitab suci al-Quran dengan
keajaiban-keajaiban yang mengagumkan dan ajaran-ajaran yang tak lekang
oleh waktu. Michael menemukan fakta-fakta ilmiah yang sudah dijelaskan
dalam kitab suci al-Quran sejak 1400 tahun yang lalu.
Dari sekian banyak hal yang Michael pelajari tentang Islam lewat
buku-buku dan riset. Satu hal yang paling membuatnya tertarik adalah
kata “Islam” yang dijadikan nama agama Islam disebut beberapa kali dalam
al-Quran.
“Dari studi-studi yang sudah saya lakukan sebelumnya, saya tidak
menemukan satu kalipun kata ‘Yudaisme’ ditemukan dalam Kitab Perjanjian
Lama atau kata ‘Kekristenan’ dalam Kitab Perjanjian Baru. Saya heran
mengapa saya tidak menemukan dua kata itu dalam dua kitab tersebut!”
tukas Michael.
Ia lalu berpikir lebih dalam menemukan jawabannya. Kata Judaism bisa
dipisah menjadi “Juda-ism”. Begitu juga dengan Christianity bisa
dipenggal menjadi “Chris-ianity”. Siapakah Juda? Juda adalah salah satu
pemimpin suku Yahudi. Jadi nama agama Judaisme diambil dari nama orang.
Hal yang sama buat Kekristenan yang diambil dari kata Christ nama untuk
Yesus.
Michael akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa Christianity dan
Judaism tidak disebut-sebut dalam kitab suci karena kedua nama itu
datangnya dari manusia dan bukan dari Tuhan. Sedangkan Islam adalah nama
agama yang datangnya dari Tuhan.
“Oleh sebab itu ajaran Kristen dan Yudaisme tidak kredibel.
Setidaknya dari perspektif saya, kedua ajaran tersebut tidak murni,
tidak logis dan tidak lengkap,” kata Michael.
Ia melanjutkan,”Islam adalah satu-satunya nama agama yang disebut-sebut dalam al-Quran. Ini punya arti yang besar buat saya.”
“Saya sadar, bahwa saya harus mengikuti ajaran Islam. Kemudian saya
memilih menjadi seorang Muslim. Saya telah menemukan kebenaran. Saya
sudah keluar dari kegelapan dan menemukan cahaya … cahaya Islam,” tandas
Michael.