- Jika pertemuan (Jokowi-Mega dengan pihak-pihak asing) di rumah Jacob adalah bagian dari transaksi kepentingan, maka sosok Jacob yang anggota Trilateral jelas merupakan kepanjangan tangan para trilateralis (Amerika, Eropa, Jepang) di Indonesia. Hal ini diperkuat dengan hadirnya Dubes AS dan Inggris di pertemuan Senin malam (14/4 2014) tersebut.
JAKARTA (voa-islam.com) Tidak banyak
informasi soal penguasaha Jacob Soetoyo. Namun berdasarkan penelusuran
detikcom dari beberapa sumber, Selasa (15/4/2014), Jacob diketahui
sebagai salah satu pengusaha sukses di Indonesia. Dia merupakan presiden
direktur, presiden komisaris, dan komisaris sejumlah perusahaan di
bawah bendera Gesit Group.
Salah satunya menjadi presdir PT Gesit
Sarana Perkasa, salah satu perusahaan yang terlibat dalam pembangunan
hotel elite JS Luwansa di Kuningan, Jakarta Selatan.
Jacob memulai karir bisnisnya sejak
tahun 1980. Dia bergabung ke PT Alakasa Industrindo tbk sebagai
komisaris dan ditunjuk sebagai Wakil Presiden Komisaris PT Alakasa
Industrindo tbk pada tahun 2010. Alakasa adalah perusahaan yang bergerak
di bidang manufaktur seperti produksi alumunium. Perusahaan tersebut
berada di Jakarta dan didirikan sejak tahun 1972.
Dia meraih gelar S1-nya di bidang
perdagangan dari Concordia University, Montreal Kanada pada tahun 1978.
Lalu mengambil gelar S2-nya di bidang administrasi dari McGill
University, kanada.
Tidak hanya bergerak di bisnis, Jacob
juga pernah tercatat dalam barisan dewan pengawas Center of Strategic
and International Studies (CSIS) pada tahun 2005. CSIS adalah lembaga pengkajian kebijakan sosial, politik, dan ekonomi Indonesia. Dia juga pendiri Yayasan Kebun Raya Indonesia.
Sebagai orang CSIS, Jacob jelas dekat
dengan Sofyan Wanandi? Siapa itu Sofyan Wanandi ? Dialah yang di era
reformasi 98-99 dulu mengancam : “Jika Habiebie jadi Presiden Indonesia, dollar akan naik 15 ribu!”
Saya yang waktu 98-99 sedang tingkat
akhir (mau lulus kuliah), ingat betul pernyataan Sofyan Wanandi itu
karena dimuat di media dan televisi. Benar saja, dollar saat itu naik
dan mencapai 15 ribu!. Saya yang butuh peralatan untuk tugas akhir harus
menerima kenyataan bahan-bahan tugas akhir harganya naik (rapidho,
kertas kalkir, penggaris staedler dll).
Jacob tumbuh di lingkungan pengusaha
sukses. Seperti Jacob, keluarganya juga banyak yang bergerak di bidang
bisnis dan yayasan sosial, seperti Jahja Soetoyo, Meiriana Soetoyo dan
Meiriani Soetoyo. Mereka tergabung dalam JS Brothers Fund Foundation.
Satu hal yang PENTING : Jacob adalah anggota Trilateral Commission Wilayah Asia-Pasifik dari Gesit Company. Silahkan download file dibawah ini :
- trilateral.org/download/file/PA_list_7-13.pdf
Beberapa nama seperti penasihat Gedung
Putih Zbigniew Brzezinsky, Gubernur Bank of Israel Stanley Fischer,
intelektual pro-aneksasi Irak Francis Fukuyama, Samuel P. Huntington,
David Rockefeller, Henry Kissinger, mantan Presiden Bank Dunia dan
mantan Menhan AS Robert McNamara termasuk dari sekian banyak anggotanya.
Lalu apa itu Trilateral Commission? Tulisan sederhana ini akan mengulasnya secara singkat.
Profil Trilateral Commisssion (TC)
Komisi Trilateral (TC) adalah organisasi
non-pemerintah yang dibentuk di tengah-tengah krisis minyak Timur
Tengah. Kelompok diskusi non-partisan yang didirikan oleh David
Rockefeller1 pada bulan Juli 1973 untuk mendorong kerjasama yang lebih erat antara Amerika Utara, Eropa Barat, dan Jepang.
“Kata” Trilateral“berarti” tiga-sisi “.Tiga sisi dalam halini adalah Amerika Utara, Eropa, dan Jepang.
Amerika Utara, Eropa, dan Jepang memiliki beberapa kesamaan, yang
paling penting adalah kekayaan mereka, yang terutama berasal dari
industri produksi. Bahkan pertanian pun diindustrialiasi, dalam arti
bahwapara petani di negara-negara Trilateral menggunakan banyak mesin.
Pendiri dan penggerak utama TC pemodal internasional David Rockefeller, pemilik Chase Manhattan Bank.
Wartawan Bill Moyers berbicara tentang
kekuatan dari David Rockefeller dalam sebuah film dokumenter TV,
Pemerintah Rahasia pada tahun 1980: “David Rockefeller adalah hari ini
perwakilan paling mencolok dari kelas penguasa, persaudaraan
multinasional laki-laki yang membentuk ekonomi global dan mengelola
aliran modal … warga negara yang diberikan hak istimewa dari seorang
kepala negara … Dia tak tersentuh oleh bea cukai atau kantor paspor dan hampir tidak berhenti untuk sebuah lampu lalu lintas. “2
Dua bulan setelah pertemuan Bilderberg,
pada Juli 1972, David meminjamkan tanah miliknya yang terkenal,
Pocantico Hills di lembak Hudson, New York sebagai pusat pertemuan
Trilateral Commission. Sekitar 200 orang banker dan industrialis hadir, yang rata-rata mereka pun adalah anggota Bilderberg dan CFR.
Pertemuan TC juga terjadi di Tokyo pada
21-23 Oktober 1973. Enampuluh lima orang mewakili grup Amerika Utara
yang semuanya sekaligus member dari Council on Foreign Relations (CFR).
Sekitar
300 anggota bergabung pada tahun 1973, mereka adalah pengusaha
internasional, bankir, pemerintahan, akademiksi, media, dan kalangan
pekerja konservatif.
Komisi Trilateral dibagi menjadi tiga
wilayah :Amerika, Eropa, dan AsiaPasifik. Markas wilayah Amerika berada
di Washington; Eropadi Paris; dan Asia di Tokyo. Pertemuan tahunan TC
pada tahun 2006 diadakan di Tokyo selama tiga hari. Tahun 2007diadakan
di Brussels, dan2008 dari 25-28 April di Washington DC. Pertemuan itu
tertutup untuk umum, dan media yang tidak berafiliasi dengan TC ditolak
aksesnya.
TC tidak hanya berkumpul mengkaji dan
merumuskan kebijakan, tetapi mereka sejak dulu telah berhasil
menempatkan orang-orangnya dalam lingkungan penting pemerintahan di
dunia. Saya ambil beberapa contoh :
1. ·George S. Franklin Jr., salah satu
direktur Council Foreign Relations (CFR), dia adalah teman kuliah David
Rockefeller dan menikah dengan Helena Edgell, sepupu David. George
menduduki posisi Sekjen dan Koordinator TC untuk Amerika Utara.
2. ·Henry Kissinger, anggota kunci TC yang menjabat Presiden Amerika.
3. ·Zbigniew Brzezinski, staff
kepresidenan Henry Kissinger. Pakar politik Universitas Columbia,
pendiri Trilateral, dan salah satu direktur CFR.
4. ·President Ford, menunjuk Robert S
Ingersoll (Borg-Warner Corp dan First National Bank of Chicago) sebagai
Menlunya. Ingersoll adalah anggota TC. Pada tahun 1974, Ingersoll
digantikan oleh Charles W. Robinson, seorang pengusaha dan anggota TC.
(sumber : Murray N.Rothbard, Wall Street, Banks, and American Foreign Policy, hal. 61-62)
Contoh lainnya, bagaimana pemerintahan Jepang tahun 1973 dikuasai para trilateralis :
Koichi Kato, Deputi Sekretaris Kabinet
Kiichi Miyazawa, Menteri Luar Negeri, Direktur Agensi Perencama Kebijakan EKonomi
Nobuhiko Ushiba, Menteri Ekonomi, Perwakilan Multirateral Trade Negotiation, Penasehat Menlu
Saboro Okita, Menlu.
(Sumber : Holly Sklar, Trilateralism: The Trilateral Commission and Elite Planning for World Management, hal. 93).
Jika yang punya update kaum trilateralis yang menguasai pemerintahan Jepang saat ini, silahkan dishare.
Dari contoh-contoh tersebut,
tampak jelas karakter dari TC yang selalu berusaha mempengaruhi policy
sebuah negara dengan cara menempatkan orang-orangnya dalam posisi
pemerintahan. Jika mereka tidak dapat menduduki suatu pos kunci, maka
mereka bisa menempatkan orang-orang yang sepaham atau bisa mereka
kendalikan.
Bahkan lewat Trilateral Commisision
inilah, beberapa calon presiden AS di fit and proper test dulu, sebelum
maju mencalonkan diri.
Profil Pendiri.
Mari kita kenali profil para pendiri Trilateral Commissions :
David Rockefeller
David Rockefeller. Bankir dan pendiri Trilateral Commission
Dia adalah salah satu orang terkaya dan paling berpengaruh di dunia. Kekayaan bersihnya mencapai sekitar $2,2-$2,9 trilyun.
David Rockefeller adalah pimpinan
keluarga Rockefeller, keluarga terhormat dan berpengaruh. Dia memiliki
koneksi luas dengan orang-orang kaya dan penting di dunia yang tidak
cukup digambarkan dalam artikel ini.
Silahkan coba baca-baca saja http://en.wikipedia.org/wiki/David_Rockefeller
David juga anggota dari forum-forum
penting seperti Bilderberg group, Bohemian Group, chairman dari Council
on Foreign Relations (CFR), dan pendiri sekaligus anggota Trilateral
Commission.
Pandangannya tentang dunia sangat
globalis dan pro New World Order (Tatanan Dunia Baru). Berikut video
saat dia dikonfrontir tentang agenda NOW saat berkunjung ke Chili :
Dalam buku Memoirs-nya yang terbit pada
tahun 2002, halaman 405, David mengaku sebagai bagian dari rencana jahat
Illuminati untuk menguasai Amerika dan dunia.
“Sejumlah orang bahkan percaya bahwa
kami(keluarga Rockefeller) merupakan bagian darikomplotan rahasiayang
bekerjamelawan kepentinganterbaikAmerika Serikat, karakteristik keluarga
sayadansaya sebagai seorang ‘internasionalis’ danbersekongkoldengan
orang laindi seluruh dunia untukmembangunlebihglobal
terpadupolitikdanstruktur ekonomi-satu dunia, jika Anda mau. Jika
itutuduhannya, sayamengakuibersalah, dan sayabangga karenanya. “
Pada satu kesempatan, David pernah berkata:
“Kita berada di ambang transformasi
global.Yang kita butuhkan adalah krisis besar yang tepat dan
bangsa-bangsa akan menerima New World Order.”
Zbigniew Brzezinski
Zbigneiw Brzezinski. Globalis dan Pakar politik internasional
Zbigneiw Brzezinski adalah seorang
mantan Penasehat US National Security, pendiri Trilateral Commission,
anggota CFR, Club of Rome, dan Committee of 300. Ia merupakan keturunan Polish Black Nobility (Old World Order) dan kolega Henry Kissinger. Dalam bukunya yang berjudul “Technotronic Era”
(1970), Brzezinski meramalkan kedatangan jaringan kendali
(control-grid) diktatoris di bawah para globalis: “Mungkin akan segara
terlaksana pengendalian atas semua warga
negara secara terus-menerus dan pemeliharaan file-file agar tetap
up-to-date, yang mengandung data paling pribadi tentang kesehatan dan
perilaku semua warga di samping data lain yang lebih umum. File-file ini akan menjadi sarana pencarian informasi oleh para penguasa. Kekuasaan akan jatuh ke dalam genggaman orang-orang yang mengendalikan informasi.
Institusi-institusi kita yang telah ada akan digantikan oleh
institusi-institusi manajemen pra-krisis, yang tugasnya adalah
mengidentifikasi krisis sosial lebih awal dan mengembangkan program
untuk mengatasinya. Ini, setelah beberapa dekade berikutnya, akan
mendorong kecenderungan menuju Technotronic Era, sebuah Kediktatoran
yang hanya menyisakan sedikit ruang untuk prosedur-prosedur politik yang
kita kenal. Akhirnya, jika melihat pada akhir abad ini, kemungkinan
penggunaan mindcontrol biokimia serta rekayasa genetik pada manusia,
termasuk pada makhluk-makhluk yang berfungsi dan berfikir seperti
manusia, dapat menimbulkan beberapa pertanyaan sulit.”
Buku berjudul “The Technotronic Era”
itu dipesan oleh Club of Rome. Buku itu merupakan pengumuman terbuka
tentang cara dan metode yang digunakan untuk mengendalikan Amerika
Serikat di masa mendatang… Brzezinski, saat berbicara untuk Committee of
300, mengatakan bahwa Amerika Serikat sedang bergerak ‘menuju sebuah
era yang berbeda dari pendahulunya; kita sedang bergerak menuju
‘technotronic era’ yang dapat dengan mudah menjadi sebuah kediktatoran…’
Brzezinski selanjutnya mengatakan bahwa masyarakat
kita ‘sekarang berada dalam revolusi informasi yang berlandaskan pada
fokus hiburan, tontonan (pemberitaan peritiwa-peristiwa hiburan melalui
televisi) yang menjadi racun bagi orang banyak yang tak memiliki tujuan.’
Apakah Brzezinski merupakan seorang peramal? Apakah ia bisa melihat
masa depan? Jawabannya TIDAK; apa yang ia tulis dalam bukunya disalin
dari blueprint milik Committee of 300 yang diserahkan ke Club of Rome
untuk dilaksanakan.” – John Coleman, “Conspirators Hierarchy: The Story
of the Committee of 300”
Brzezinski juga menjabat sebagai penasehat CSIS, lembaga think tank
yang didirikan oleh dua tokoh militer Orde Baru, Ali Murtopo dan
Soedjono Hoemardani dan memperoleh pengaruh kuat selama masa Presiden
Soherto.
lihat link : http://csis.org/expert/zbigniew-brzezinski
Tentang sejarah CSIS, silahkan klik link ini :
http://tikusmerah.com/?p=1204&wpmp_tp=3&wpmp_switcher=desktop
Agenda Politik Trilateral Commission
TC jelas memiliki agenda politik-ekonomi, yang secara pokok dibagi dalam dua poin di bawah ini :
1.World Management
Dalam bukunya yang berjudul
“Technotronic Era” (1970), Brzezinski meramalkan kedatangan jaringan
kendali (control-grid) diktatoris di bawah para globalis: “Mungkin akan
segera terlaksana pengendalian atas semua warga negara secara
terus-menerus dan pemeliharaan file-file agar tetap up-to-date, yang
mengandung data paling pribadi tentang kesehatan dan perilaku semua
warga di samping data lain yang lebih umum. File-file ini akan menjadi
sarana pencarian informasi oleh para penguasa. Kekuasaan akan jatuh ke
dalam genggaman orang-orang yang mengendalikan informasi.
Institusi-institusi kita yang telah ada akan digantikan oleh
institusi-institusi manajemen pra-krisis, yang tugasnya adalah
mengidentifikasi krisis sosial lebih awal dan mengembangkan program
untuk mengatasinya. Ini, setelah beberapa dekade berikutnya, akan
mendorong kecenderungan menuju Technotronic Era, sebuah Kediktatoran
yang hanya menyisakan sedikit ruang untuk prosedur-prosedur politik yang
kita kenal. Akhirnya, jika melihat pada akhir abad ini, kemungkinan
penggunaan mindcontrol biokimia serta rekayasa genetik pada manusia,
termasuk pada makhluk-makhluk yang berfungsi dan berfikir seperti
manusia, dapat menimbulkan beberapa pertanyaan sulit.”
2.Controlling World Assets
Tujuan ini dibagi ke dalam tiga poin :
- 1. Rakyat, Pemerintahan, dan ekonomi seluruh bangsa harus melayani kebutuhan bank dan korporasi multinasional. Ditegaskan oleh Zbigniew Brzezinski dalam bukunya Technotronic Era
- 2. Kontrol atas sumber daya ekonomi sebagai mantra kekuatan dalam politik moderen.
Tentu saja, setiap warga negara harus
diarahkan/dididik/digiring untuk selalu percaya bahwa demokrasi Barat
itu ada, kesetaraan itu ada, betatapun kondisi ketidaksetaraan ekonomi
terlihat.
- 3. Para Pimpinan demokrasi kapitalis, sistem dimana kendali ekonomi dan profit, sekaligus kekuasaan politik, harus bertahan dan bergerak maju melawan sistem demokrasi yang sejati.
(Sumber : Holly Sklar, ibid, hal. 5).
Singkatnya, trilateralisme adalah usaha
para elit berkuasa untuk merekayasa ketergantungan dan demokrasi, di
dalam negeri (Amerika) maupun di luar negeri.
Silahkan renungi, setiap kali Amerika
dan kawan-kawanya mengatakan “demokrasi” maka maksud tersirat dari kata
tersebut yaitu : “Ketundukkan pada pengaruh/kepentingan Amerika.” Bukan
demokrasi dalam arti partisipasi rakyat dalam ranah politik.
Sejak tragedy WTC 2001, Amerika jelas
akan mempromosikan “demokrasi” (ketundukkan pada Amerika) dan akan
memposisikan siapapun sebagai musuh yang menentang demokrasi versi
Washington. Silahkan baca-baca National Security Strategy.
Mengabadikan America-Centered Transnational Hegemony
Era Soeharto :
Sejak era Soeharto, setiap yang akan menjadi RI-1, selalu harus mendapat restu internasional, terutama Amerika.
Soeharto dengan Mafia Berkeley (Frans
Seda, Ali Said, Widjojo, dll) membuka lebar-lebar kuku besi Washington
di NKRI. Freeport, Caltex, dll memulai perkawinan Indonesia dengan
liberalisme.
Lembaga think-tank yang berpengaruh di
era itu adalah CSIS, yang dikomandoi Ali Murtopo. Kader-kader CSIS
sekarang : Sofyan Wanandi, Jacob Soetoyo.
Kelompok CSIS ini juga dekat dengan Riady Family, (Lippo grup). James Riady pernah muncul sebagai salah satu tim sukses Clinton.
Ironisnya, Soeharto pun digulingkan oleh
induk semang yang dulu mengangkatnya. Lagi, Sofyan Wanandi kali ini
berperan dalam posisi yang berbeda : menggulingkan Soeharto melalui
krisis ekonomi.
Peran IMF dalam krisis ekonomi ini telah
diakui oleh mantan Direktur IMF waktu itu Micahel Camdessus. Dalam
wawancara “perpisahan” sebelum pensiun dengan The New York Times,
Camdessus yang bekas tentara Prancis ini mengakui IMF berada di balik
krisis ekonomi yang melanda Indonesia. “Kami menciptakan kondisi krisis
yang memaksa Presiden Soeharto turun,” ujarnya.[i]
Soeharto jatuh karena IMF. Pendapat ini
antara lain dikemukakan Prof. Steve Hanke, penasehat ekonomi Soeharto
dan ahli masalah Dewan Mata Uang atau Currency Board System (CBS) dari
Amerika Serikat.
Menurut ahli ekonomi dari John Hopkins
University itu, Amerika Serikat dan IMF-lah yang menciptakan krisis
untuk mendorong kejatuhan Soeharto.
Jika pernyataan Camdessus dan Hanke
diatas dihubungkan dengan ancaman Sofyan Wanandi yang telah saya
singgung di awal, ini menunjukkan adanya benang merah antara Sofyan
Wanandi – IMF – Krisis Moneter 1998.
Artikel Majalah TIME, 3 Nov 1997 yang
mengungkap peran spekulan binaan Soros dalam menciptakan krisis moneter
di Thailand (termasuk Indonesia)
Sebuah artikel majalah TIME 3 November 1997 yang berjudul “How To Kill A Tiger, Speculators Tell The Story Of Their Attack Against The Baht, The Opening Act Of An Ongoing Drama,” disusun oleh Eugene Linden secara mencengangkan menuturkan pengakuan pada spekulan dalam mengacak-ngacak mata uang baht dan menciptakan krisis moneter di Asia Tenggara.[ii]
Pengakuan para spekulan itu sangat
brutal : “Kami seperti serigala di atas bukit melihat ke bawah pada
sekawanan rusa,” kata salah satu spekulan mata uang yang membantu memicu
devaluasi yang mengarah pada kejatuhan di pasar saham yang menyapu
dunia minggu lalu (akhir Oktober 1997 – pen). Akhir 1996, delapan bulan
sebelum Thailand akhirnya menyerah dan mendevaluasi baht,
sekelompok “serigala” telah berkeliaran. Mereka melihat perekonomian
Thailand bukan sebagai salah satu harimau Asia, tapi lebih seperti
mangsa yang terluka. Setiap pemangsa mulai merencanakan serangan.
“Dengan memusnahkan mereka yang lemah dan sakit, kami membantu menjaga
kesehatan kawanan,” kata spekulan itu. Dan pemusnahan pun mereka
lakukan. Melalui wawancara dengan anggota “serigala” ini, majalah TIME
telah merekonstruksi kisah tentang bagaimana para spekulan melahap mata
uang Thailand dan menggerakkan krisis yang sedang berlangsung serta
menyebabkan trauma keuangan di seluruh dunia.
Di era Reformasi, terjadi pergulatan
antara kelompok yang menginginkan keberlanjutan liberalisasi Indonesia
melalui reformasi vs kelompok yang tetap pada pemahaman lama : Indonesia
harus bersih dari asing. Dari sinilah muncul konflik-konflik dan
pertarungan politik sebelum Sidang Istimewa MPRS yang berhasil
mendudukkan Habiebie sebagai Presiden ke-3.
Fihak pro Liberal tentu tidak senang, makanya Sofyan Wanandi mengancam akan menaikkan nilai dollar jika Habiebie jadi Presiden.
Era Habiebie :
Pada era yang singkat inilah sebenarnya
nilai dollar kembali berhasil diturunkan hingga level Rp. 5000/1 dollar.
Tapi tidak ada satu pun media yang mengangkat dan mengapresiasi langkah
pemerintah.
Sekaligus ini membantah logika kaum liberalis bahwa sosok Habiebie tidak ramah pasar.
Di era ini sempat muncul Adi Sasono yang
mengusung PER (Pos Ekonomi Rakyat) yang berusaha membantu dan
mengangkat ekonomi rakyat kecil dengan bantuan modal dan bimbingan
konseling.
Tapi sayang, lagi-lagi kaum liberalis
berulah. Mereka, dengan dukungan media massa, menggelembungkan opini dan
citra jika Adi Sasono “anti Cina”. Padahal Adi telah keras membantah
jika dia rasis dan anti satu kelompok.
Dia hanya ingin ekonomi masyarakat kecil yang jumlahnya mayoritas, tapi minoritas secara kualitas itu bisa maju. Apa itu salah?
Era Mega dan Gus Dur :
Di era reformasi, ada beberapa tokoh
nasional yang ditawari bantuan dan datang ke Amerika, diantaranya adalah
: Amien Rais dan Megawati. Keduanya sama-sama membantah soal tersebut
ketika dikonfrontir oleh Metro TV.
Pada era
Megawati, jual-jualan asset negara dimulai. Satelindo dll. Orang yang
berperan dalam jual-jualan itu adalah Laksamana Soekardi.
Ada tokoh mafia Berkeley yang berperan penting di era Mega : Boediono (sekarang Wapres).
Era SBY :
Sebenarnya SBY tetap presiden yang
mendapat restu Washington. Tapi diakhir jabatannya ini ada beberapa hal
positif yang bisa kita lihat :
- Keberhasilan uji materil UU Migas yang mengatur bagi hasil dan hak mayoritas pengelolaan. Aksi ini dilakukan pakar hukum, Prof. Yusril Ihza Mahendra dan diluluskan oleh Mahkamah Konstitusi.
- Ditetapkannya regulasi baru yang melarang ekspor bahan mentah. Sikap ini jelas membuat gerah para investor asing di Indonesia, terutama Amerika (Freeport) dan Jepang. Mereka menolak membangun smelter di Indonesia, Jepang bahkan mengadukan tindakan Indonesia kepada WTO.
Pasca SBY :
Fihak liberal tentu menginginkan
kepentingannya tetap aman di Indonesia. Karena itu mereka mencari-cari
siapa kira-kira kandidat yang menurut mereka ramah terhadap kepentingan
mereka.
Jika
pertemuan di rumah Jacob adalah bagian dari transaksi kepentingan, maka
sosok Jacob yang anggota Trilateral jelas merupakan kepanjangan tangan
para trilateralis (Amerika, Eropa, Jepang) di Indonesia. Hal ini
diperkuat dengan hadirnya Dubes AS dan Inggris di pertemuan Senin malam
tersebut.
Jadi , omong kosong jika pertemuan itu
tidak bermuatan politik-ekonomi. Jelas itu dagang kepentingan, kelompok
Trilateral menginginkan amannya pasar mereka di Indonesia. Sementara
partai dan capresnya, ingin memastikan dukungan (politik dan materil)
sebagai usaha mengukuhkan misi jelang Pilpres Juli 2014 nanti.
Lalu sampai kapan kita harus berada
diketiak mereka? Selama masih ada orang-orang yang bermental budak,
selama masih ada orang yang tega menggadaikan kepentingan nasional demi
keuntungan kelompoknya, selama tidak ada keberanian untuk berkata TIDAK,
selama itu pula NKRI tidak akan pernah mencapai kata MERDEKA.
MERDEKA adalah jargon yang selalu diteriak-teriakan Megawati dan PDIP sejak mereka ditindas Soeharto dulu. IRONI!
0 komentar:
Posting Komentar